Bruno Ohoiwutun, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), Provinsi Maluku, kini mempunyai pagi yang efektif dan efisien dalam memantau retribusi pajak di wilayahnya. Dia cukup memandang layar komputer besarnya di meja yang menampilkan transaksi pembayaran pembeli di hampir 300 rumah makan seantero Malra secara online pada dashboard melalui penggunaan smart register. Bahkan hingga pelosok desa-desa yang ada di pulau sebrang yaitu Pulau Kei Besar pun dia bisa memantaunya.
“Saya tidak perlu lagi sering-sering memantau ke lapangan langsung, atau mengirimkan petugas kami untuk menagih pembayaran retribusi pajak secara manual seperti dulu. Tidak ada lagi yang memegang uang cash (tunai) hasil tagihan tersebut. Semuanya dilakukan secara online dan telah digitalisasi, serta bisa dipantau secara terbuka di sini,” jelas Bruno sambil menunjukkan proses yang terjadi pada dashboard yang terpampang di layar komputernya.
Pada saat pemantauan transaksi tersebut Bruno didampingi oleh Abdul Asis Rahanyamtel, Sekretaris Badan Pendapatan Daerah Malra, saat wawancara ini dilakukan pada Maret lalu.
Smart register yang dimaksud Bruno adalah alat kalkulator yang telah didesain khusus agar setiap perhitungan per transaksi langsung masuk sistem yang bisa dipantau secara online dan real time melalui link http://bapenda.malukutenggarakab.go.id.
Bahkan sistem ini secara otomatis bisa merekap hitungan detail dan akurat 100%. Setiap pembeli akan membayar total harga makanan yang dibelinya termasuk 10% retribusi pajaknya. Pemilik atau kasir rumah makan memasukkan perhitungan secara langsung melalui smart register. Begitu selesai transaksi, angka-angka itu langsung terpampang dalam dashboard link saat itu juga, bahkan publik pun juga dapat melihat hasil hitungan transaksi itu secara detail. Baik pemilik usaha maupun Bapenda dapat saling memantau hasil hitungan transaksi.
Smart register menjadi kewajiban pengusaha warung makan/restoran, hotel, dan tempat hiburan di Kabupaten Malra untuk selalu menggunakannya dalam setiap transaksi dengan pelanggan/konsumennya. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Bupati, No.17 Tahun 2018, tentang Sistem Online Pajak dan Retribusi Daerah.
Pada akhir bulan akan ada surat tagihan resmi dalam bentuk Surat Ketetapan Pajak (SKP) dari Bapenda kepada pemilik usaha warung makan, hotel, dan juga tempat hiburan (tempat wisata dan karaoke), yang telah dititipkan 10% retribusi pajak masyarakat tersebut. Para pengusaha dapat menyetorkannya langsung ke kantor Kas Daerah (Kasda), atau transfer melalui Bank Maluku, sehingga tidak ada satu pun pegawai pajak memegang atau menyimpan aliran dana tersebut, karena semuanya sudah masuk ke sistem bank. Para pelaku usaha ini juga bisa memeriksa ulang hasil hitungan yang ditagih Bapenda dengan melihat rinciannya kembali di dashboard link. Semuanya sangat detail dan terbuka.
Satu-satunya penagihan retribusi pajak yang masih dilakukan secara manual dan langsung ditagih petugas hanya terjadi di Pasar Langgur dan terminal. Hal ini disebabkan keterbatasan alat smart register yang disediakan oleh Bank Maluku yang hingga kini masih dalam proses pengadaan. Pada bagian ini ada lima petugas yang berkeliling menagih kepada sekitar 300-an pedagang baik yang mempunyai kios dalam bentuk bangunan atau pun dalam bentuk lapak kecil. Lima petugas ini setiap hari berkeliling dan diharuskan menyerahkan uang pajak pedagang atau parkir langsung ke Kasda dan tidak boleh ditunda penyerahannya.
“Sebenarnya sistem manual atau penagihan langsung melalui petugas ke wajib pajak akan memberikan prasangka buruk masyarakat, apakah petugas maupun pemilik warung makan yang dititipkan retribusi itu amanah atau tidak. Karena itu kita tidak bisa begitu terus, nanti masyarakat semakin tidak mau membayar pajak. Padahal pajak juga kembali manfaatnya ke mereka,” jelas Abdul Asis (Sekretaris Bapenda Maluku Tenggara).
Selain itu, tambah Abdul Asis, jika harus dilakukan secara manual seperti sebelumnya, sangat beresiko. Apalagi jika membawa hasil retribusi pajak dari pulau kecil lainnya seperti Kei Besar. Bisa jadi saat perjalanan terjadi kecelakaan di laut karena ombak tinggi, atau hilang di jalan, bahkan mungkin saja dirampok. Dengan sistem online dan digital memudahkan segalanya. Mereka bisa langsung transfer ke ATM atau ke kantor cabang Bank Maluku terdekat.
“Beberapa kali terjadi seperti itu sebelumnya. Petugas jadi punya perasaan tidak nyaman dan aman setiap membawa uang hasil retribusi pajak ke kantor kabupaten. Belum lagi soal kebocoran-kebocoran yang terjadi. Pendapatan Asli Daerah (PAD) kita tidak pernah tambah dari tahun ke tahun waktu itu,” jelas Asis kelahiran 15 Maret 1977 ini.
Keterbukaan Meningkatkan Kepercayaan dan Naiknya PAD
Ide Smart register ini muncul setelah Asis mengikuti training bersama 20 staf Bapenda lainnya selama 22 hari ke Kabupaten Badung, Bali, 2017. Badung dianggap cocok karena wilayahnya kecil seperti Malra, namun PAD-nya tinggi karena sektor pariwisatanya yang luar biasa. Mereka mempelajari praktik cerdas pengelolaan retribusi pajak secara online dan digital dari Badung.
“Kami melihat yang menang dari Badung adalah potensinya yang luar biasa di sektor wisata, sementara Malra potensinya sedikit, ditambah tantangan soal kesadaran masyarakat melaporkan pajaknya sangat rendah. Jadi kami berpikir apa yang bisa kita optimalkan dengan keterbatasan ini. Kita bisa menerapkan hal yang sama dalam hal smart registernya,” jelas Asis ayah lima anak ini.
Asis dan timnya bahkan merasa percaya diri, jika sistem penagihan pajak secara online dan digital ini dikembangkan bisa memperkecil kebocoran dan meningkatkan PAD. Lebih penting lagi bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat. Namun alat kecil yang nampak sederhana itu juga tidak mudah dieksekusi begitu saja. Dibutuhkan infrastruktur dan jaringan internet yang kuat.
Bagusnya Bupati Malra termasuk yang peduli terkait hal ini. Pemerintah kabupaten juga sepakat agar mereka bisa menerapkan sistem digital ini secara keseluruhan bukan hanya menyangkut smart register. Mereka ingin Maltra menjadi salah satu kabupaten yang kota-kotanya dikenal sebagai “Smart City.” Semua pihak diajak berkolaborasi. Misalnya dari Dinas Komunikasi dan Informasi, juga aktif bergerak mengajak provider telekomunikasi membangun dan memperluas jaringannya.
Kabupaten seluas 1.031,81 kilometer persegi dan jumlah penduduk 125,704 jiwa (2017), yang dulu dikenal sebagai “pulau terpencil” dan mungkin sering mendapat stigma “terbelakang,” kini telah menjadi salah satu Smart City-nya Indonesia. Jadi jika ke Malra ini, tidak perlu khawatir kehilangan sinyal seperti stereotype pulau-pulau kecil wilayah Timur Indonesia selama ini. Semua warga kini terbiasa mengakses internet dengan mudah dan lancar. Pemerintah di sana pun mulai mewujudkan pelayanannya berbasis Information Technology (IT). Mereka juga secara perlahan membangun infrastruktur yang mempermudah masyarakat dalam mendapatkan berbagai akses. Termasuk kini yang ada di Kei Besar.
Konsep smart register yang dibawa Asis dan Bruno pun kemudian mulai diterapkan sejak 2017-2018. Proses di tahun tersebut masih dalam membangun sistem jaringan dan percobaan secara offline yang hanya bisa diakses internal Bapenda. 2018-2019 mulai dibuka secara online, dan semuanya menghasilkan yang mereka tidak kira sama sekali.
Sebelumnya setiap tahun mereka hanya bisa mengumpulkan retribusi pajak dari restoran (rumah makan) saja sebesar 750 juta rupiah. Namun begitu smart register diterapkan realisasinya melonjak hingga lebih dari 2 milyar rupiah. Secara keseluruhan tahun 2019 bahkan melonjak hingga 16 miliar rupiah, meski masa COVID-19 menurun hingga 10 miliar rupiah, namun trennya naik lagi di tahun 2021 menjadi 11 miliar IDR. Meningkat lagi menjadi 14 miliar rupiah di tahun 2022.
Bagi pelaku usaha sendiri alat ini sebenarnya juga mempermudah mereka dalam menghitung retribusi pajak yang dititipkan. Mereka tidak perlu menghitung susah payah lagi. Karena smart register sudah menjamin keakuratan perhitungannya.
Hal ini diakui Ronaldus Tethppi, 40, pelaku usaha tempat wisata Pantai Ngurbloat, Desa Ngilngof, Kecamatan Manyeouw, pada wawancara akhir Maret 2023 lalu. Smart register dianggap telah mempermudah dia dan Tim Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) desanya dalam mengelola keuangan hasil pendapatan dari karcis masuk dan parkir.
“Sistem ini sangat transparan. Kami semua bisa melihat pendapatan dari pengelolaan wisata ini. Jadi menghindari prasangka juga dari masyarakat desa, karena mereka bisa memantaunya sendiri. Kami sesama anggota pengelola juga bisa saling kontrol dan mengawasi. Hasilnya juga memberikan pendapatan yang signifikan, kami bisa dapat 200 juta sebulan, jika musim liburan tiba. Sementara dulu, seadanya dan tidak terkontrol karena manual, dan sering bocor. Hasil pendapatannya jauh berbeda” jelasnya.
Dari hasil pengelolaan wisata ini Ronaldus menyerahkan 40% untuk kas desa, 40% untuk memberikan gaji kepada 11 anggota pengelola aktif dalam Tim Pokdarwis. Sementara 20% pajak parkir pengunjung diserahkan ke Dispenda, sesuai dengan MoU yang disepakati. “Ini hasil yang sangat signifikan. Sistem ini terbukti memperkecil kebocoran, mencegah petugas pajak yang nakal, dan membuat masyarakat mau membayar pajak meski dititipkan ke rumah makan, atau hiburan,” jelas Asis.
Senada juga dijelaskan oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Tual, Maluku Tenggara, Rudi Bugis yang mereplikasi smart register di wilayahnya sejak 2021. Dari 20 unit yang disebar langsung meningkatkan PAD secara signifikan. Jika dahulu secara manual pendapatan dari satu warung atau rumah makan adalah sebesar 3 juta rupiah per bulan maka dengan menggunakan smart register pendapatan naik signifikan hingga mencapai 9 juta rupiah per bulan. “Sekarang, dari satu restoran yang paling laris dia bisa mendapatkan realisasinya meningkat hingga tiga kali lipat,” jelasnya.
Kendati pun memberikan hasil nyata yang efektif dalam meningkatkan PAD, namun dari hasil pemantauan dan evaluasi ditemukan celah. Misalnya pelaku usaha warung makan tidak menggunakan alat tersebut setiap transaksinya dengan jujur. Namun sistem tercatat di dashboard akan menganalisa dan melihat kecurangan ini. Bapenda sendiri sudah melakukan pengamatan dan assessment daftar warung-warung yang dikenal sebagai warung makan paling laris, biasa saja, atau tidak begitu banyak pengunjung. Mereka juga sudah mencatat waktu ramai pengunjung yang datang ke warung – warung tersebut.
“Misalnya kita bisa lihat warung makan padang yang selalu ramai tiap jam makan siang. Tapi ini kok, yang masuk dalam dashboard hanya sedikit saja hingga jam makan siang berakhir. Misalnya hanya 10 transaksi. Padahal kita tahu sehari-hari lebih dari 20 pelanggan. Pemilik warung sudah menaikkan harga 10% distribusi pajak di dalamnya. Artinya kalau dia tidak masukkan dalam sistem dengan tidak menggunakan smart register, dia menggelapkan uang pajak masyarakat,” jelas Asis.
Rusdi, pemilik rumah makan ‘Mbak Nur’ yang cukup laris di Langgur, menjelaskan bagaimana ia menggunakan alat smart register. Terkadang tidak semua pelanggan dilayani dengan menggunakan smart register khususnya pelanggan yang kurang mampu yang hanya mampu bayar sekadarnya.
“Kadang yah sudah, biar saya saja yang membayar pajaknya. Gimana pun, saya harus taat aturan, karena ini wajib. Lebih penting lagi, pelanggan saya juga tidak keberatan dibebankan 10% dalam tagihannya,” jelas Rusdi.
Sementara bagi pelaku usaha hotel, seperti Adam, Manajer Hotel Kimsom, di Langgur menilai tidak terbebani dengan dititipkan smart register dalam setiap proses transaksi pembayaran menginap dari tamu hotel mereka. Bahkan kali ini mereka cukup terbantu dalam merekap jumlah total pembayaran 10% pajak para tamunya.
“Kami mau melakukannya karena proses dan sistemnya sangat transparan, dan profesional. Ini penting bagi kami,” jelasnya.
Terkait pelaku usaha yang tidak mau menggunakan alat smart register, Asis mengatakan, pihaknya akan melakukan pendekatan dan sosialisasi kembali secara perlahan. Mereka mengedepankan pembinaan dibanding tindakan represif. Tapi jika sudah dianggap keterlaluan, mereka akan dikenakan sanksi hingga bisa dibekukan usahanya.
“Mereka mau pasang alat ini dan mau kita titipkan saja sudah bagus. Dulu susah banget mereka mau melakukannya. Namun ketika kami jelaskan pelan-pelan, sosialisasi memberikan pemahaman, dan akhirnya mereka mau. Kita tidak bisa membalikkan telapak tangan dalam mengubah perilaku orang,” jelas Asis.
Hasil upaya dan kerja keras Tim Bapenda Kabupaten Maluku Tenggara Barat dengan program smart register ini membawa mereka dalam penghargaan sebagai Kabupaten Terbaik se-Provinsi Maluku dalam hal inovasi pajak dan retribusi daerah pada 2022.
“Ke depan kami mungkin akan mengembangkannya lagi lebih total online seperti pembayaran melalui barcode atau QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Jadi segalanya cashless berharap mitra kami Bank Maluku bisa menyegerakannya termasuk tambahan pengadaan unit alat smart register ini, serta aturan sanksi bagi pegawai pajak yang nakal mempermainkan sistem ini,” tandas Asis.