Menangani Bencana di Kaki Rinjani

Ini rahasia Warga Sembalun di Lombok Timur tentang bencana:baru setelah ancamannya dikenali, mereka berhasil mengurangi risikonya!

Dalam catatan masyarakat dan tetua kampung, tahun 1970-an warga Sembalun ramai-ramai mengubah hutan dan kebun menjadi lahan pertanian bawang putih. Lereng-lereng bukit yang terjal, yang pada awalnya ditanami pohon kopi dan pohon besar lainnya ditebang. Setelah itu warga juga beramai-ramai menggunakan pupuk dan pestisida kimia secara tak  terkontrol.

Satu dekade terakhir, harga bawang putih tidak lagi stabil. Komoditas ini mulai ditinggalkan warga yang berusaha bertahan hidup dengan menanam tanaman lain, menyewakan atau menjual lahan, atau beralih menjadi buruh dan merantau sebagai Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia.

Meninggalkan lahan-lahan tak terurus serta lereng yang gundul terpapar erosi bahkan longsor. Tak heran bila kini desa-desa di Sembalun dan Sambelia, senantiasa terancam banjir bandang. Tidak hanya itu, berada dalam jangkauan kaki Rinjani, Sembalun dan Sambelia tak luput dari ancaman gunung berapi, gempa bumi, kebakaran hutan, dan puting beliung.

Dari trauma ke siaga, perubahan dimulai dari desa

Mawardin, Ketua TSBD (Tim Siaga Bencana Desa) Desa Belanting mengenang banjir bandang yang melanda desanya di tahun 2006 silam. Aliran airnya dari Sembalun terbawa melalui sungai kecil dan menyatukannya di sungai Salut. Air yang datang membawa beragam material, dari mulai potongan kayu, pohon, hingga besi. Banjir itu, menenggelamkan desa Belanting, Kecamatan Sambelia di bagian hilir. Puluhan rumah terbawa arus dan satu orang meninggal dunia. Warga bingung dan tak tahu hendak melakukan apa.

Sejak itu bila musim penghujan tiba, warga senantiasa was-was. Selalu saja ada kekhawatiran, entah saat melihat awan hitam yang menggulung, angin kencang, atau saat hujan turun berhari-hari tanpa henti. Ada trauma.

Tahun 2009 menjadi titik balik bagi warga Sembalun dan Sambelia. Itu terjadi pada saat mereka diajak menepis trauma dan rasa takut untuk mulai mengenal bahkan mengakrabi bencana. Seorang relawan dari lembaga swadaya masyarakat KONSEPSI membagi cerita tentang pengetahuan kebencanaan. Ia berupaya meyakinkan bahwa risiko bencana dapat ditekan bila kita mengenali cara menghadapi bencana.

Warga yang tertarik kemudian mengadakan berbagai diskusi untuk mengetahui bagaimana cara mengenali bencana dan mengurangi risikonya. Diskusi diadakan di beberapa tempat, di bawah pohon atau dari rumah ke rumah hingga lahir ide untuk membentuk sebuah tim yang bertugas untuk mendorong kesiapsiagaan warga menghadapi bencana. Tahun 2010, Tim Siaga Bencana Desa (TSBD) di Desa Sembalun Lawang pun dibentuk.

Bersama Menghadapi Bencana

Lombok Timur merupakan salah satu kabupaten rawan bencana di Indonesia, menurut Indeks Rawan Bencana yang dikeluarkan BNPB pada tahun 2013, Kabupaten ini memiliki skor 180. Ini membuat Lombok Timur menempati urutan 4 dari 10 Kabupaten/Kota yang ada di Nusa Tenggara Barat dan menempati urutan 113 dari 400 Kabupaten Kota yang ada di Indonesia.

Ada delapan wilayah di Kabupaten Lombok Timur yang masuk dalam daftar merah rawan bencana. Salah satunya adalah Kecamatan Sembalun dan Kecamatan Sambelia. Kedua daerah tersebut berada dalam jangkauan kaki gunung Rinjani.

Dibutuhkan dua tahun bagi KONSEPSI untuk memperkenalkan dan meyakinkan warga Sembalun dan Sambelia akan pentingnya mengenal tanda bencana dan bagaimana menghadapi bencana untuk mengurangi risiko bencana. Mereka menamakan rangkaian kegiatan tersebut sebagai Program Pengurangan Risiko Bencana.

Dalam program Pengurangan Risiko Bencana dibentuk sebuah tim di tingkat desa yang bertugas untuk menguasai kesiapsiagaan bencana. Tim ini dinamakan Tim Siaga Bencana Desa.  Dalam tim ini,  Kepala Desa dan Kepala Dusun menjadi penggerak utama. Anggota-anggota Tim Siaga Bencana Desa belajar dan berlatih kegiatan yang harus perlu dilakukan dalam masa pra-bencana, masa tanggap darurat, dan masa pasca bencana.

Tim Siaga Bencana Desa juga mendapat dukungan dari forum multistakeholder pada tingkat Kabupaten. Forum yang bernama Forum Pengurangan Risiko Bencana ini dimotori oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan BAPPEDA serta terdiri dari berbagai SKPD terkait mitigasi dan penanganan bencana, termasuk Kepolisian dan TNI, Puskesmas dan Pustu, Dinas Sosial dan Transmigrasi, Dinas Pendidikan, Unit SAR, Palang Merah Indonesia, Dinas Kesehatan, Satpol PP, dan Bakesbangpol. Forum ini secara rutin mengadakan pertemuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai berbagai upaya Pengurangan Risiko Bencana, serta mengkoordinasikan kegiatan, baik untuk mitigasi bencana, pada masa tanggap darurat, dan pasca bencana.

Keseriusan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur dalam menghadapi bencana telah dituangkan dalam Perda Nomor 3 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Perda ini adalah peraturan daerah pertama di Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Selain itu Pemerintah Kabupaten Lombok Timur dan KONSEPSI telah menandatangani Nota Kesepahaman mengenai komitmen menjalankan upaya pengurangan risiko bencana. Dengan adanya payung hukum peraturan daerah dan nota kesepahaman tersebut, kegiatan pengurangan risiko bencana menjadi terintegrasi dengan program pembangunan daerah dan mendapat dukungan dari seluruh stakeholder pembangunan.

Kelompok Perempuan Tangguh

Hal yang unik dari Tim Siaga Bencana Desa di Sembalun dan Sambelia adalah adanya Kelompok Perempuan Tangguh dalam struktur tim. Kelompok Perempuan Tangguh ini beranggotakan kaum perempuan yang mendukung Tim Siaga Bencana Desa khususnya dalam pembibitan dan penanaman pohon dan pemulihan ekonomi dengan mengoptimalkan mata pencaharian alternatif pada masa pra-bencana serta pendataan, logistik, dan penanganan korban pada masa tanggap darurat.

Menyadari potensi ancaman banjir dan longsor, Kelompok Perempuan Tangguh aktif melakukan pembibitan tanaman pohon dan bersama-sama dengan seluruh Tim Siaga Bencana Desa melakukan penanaman pohon dan pemeliharaan tanaman di titik-titik rawan banjir dan longsor. Bersama, mereka telah menanam sebanyak 12 ribu pohon.

Di Sembalun Lawang, ibu Sakinah menjadi Ketua Kelompok Perempuan Tangguh. Sakinah sosok ibu yang tak pernah kehilangan energi, ia selalu tampak penuh semangat. “Saat banjir bandang kembali melanda Sembalun dan Sambelia di tahun 2012, kami dari kelompok perempuan tangguh aktif terlibat,” katanya.

Saat itu banjir terjadi tepat di hari dimana akan diadakan simulasi penanggulangan bencana. Berbekal pengetahuan yang siap dipraktikkan, Kelompok Perempuan Tangguh memainkan peran vital. “Kami mengelola logistik dan juga melakukan pendataan dan perhitungan dengan cermat.  Jadi apa yang bisa dilakukan kaum laki-laki kami juga bisa,” kata Syaiun, koordinator Perempuan Tangguh desa Sembalum Bumbung.

Di masa pra-bencana, Kelompok Perempuan Tangguh bergiat melakukan mata pencaharian alternatif. Mereka mengolah hasil panen wortel, strawberry, dan hasil pertanian lainnya menjadi penganan berupa kripik, selai, dan saos yang kemudian dipasarkan hingga ke ibukota Kabupaten Lombok Timur di Selong bahkan hingga ke Mataram.

Selama ini, mengolah industri makanan ringan rumahan adalah pekerjaan yang diharapkan dapat menjadi penopang kebutuhan masyarakat bila bencana meluluhlantakkan sawah dan kebun serta menghancurkan mata pencaharian utama keluarga mereka. “Jika semua lahan rusak, atau gagal panen. Kami tetap merasa lebih aman karena ada sumber pemasukan lainnya dari mengolah kripik wortel ini,”  ujar Syaiun.

Mengawamkan isu bencana lewat Radio Komunitas

Sejak dahulu, radio adalah media yang paling sering digunakan untuk berkomunikasi, terutama saat terjadi bencana. Warga Sembalun pun memanfaatkan radio untuk berkomunikasi – tidak hanya pada masa darurat bencana, namun telah menjadi bagian dari keseharian warga.

Radio komunitas ini dikelola oleh Tim Siaga Bencana Desa. Namanya Rakomsel dan mengudara setiap malam.  Penyiarnya adalah para anggota tim yang telah mendapatkan pelatihan. Program-program siaran radio ini menghibur dan juga mengedukasi. Selain dapat memesan lagu serta mendapatkan berita dan informasi, warga juga dapat berdialog interaktif tentang beragam tema diskusi. Bisa kesehatan, pendidikan, dan tentu saja tentang beragam hal terkait penanggulangan risiko bencana.

Biasanya warga mendengarkan radio lewat telpon genggam. “Hampir semua orang di Sembalun punya handphone dan memiliki perangkat radio FM di rumah. Jadi semua orang bisa mendengarkan dan ikut berdiskusi,” kata Abdul Kudus.

Untuk dapat memesan lagu dan atau ikut berdiskusi, pendengar bisa menelepon atau mengirimkan pesan singkat lewat SMS dengan kata sandi ‘kenali bencananya, kurangi risikonya’. Kata sandi ini kemudian menjadi mantra yang membuat warga Sembalun penasaran ingin mengetahui pengurangan risiko bencana dan kemudian mendukung kegiatan-kegiatannya.

Memahami kesiapsiagaan bencana  sejak dini

Siang itu, puluhan anak pramuka berkumpul di Desa Adat Blek, Sembalun Lawang. Mereka berlatih mengenal bibit tanaman yang unggul dan bagaimana menanamnya dengan baik. Sambil bergurau mereka memasukkan bibit ke dalam polybag. Tawa mereka terdengar bahagia di antara gurauan yang tak henti.

Sekretaris TSBD desa Sembalun Lawang, Abdul Kudus berada diantara tim pramuka.  Ia seorang guru dan Pembina Pramuka. “Mengenalkan anak-anak tentang bencana dan perlunya menjaga lingkungan akan menjadi bekal berharga bagi mereka di kemudian hari,” katanya.

Pada tahun 1980 warga mencatat ada 400 sumber mata air Sembalun. Namun kini, hanya tersisa 40 titik saja dengan debit air yang sangat kurang.

Abdul Kudus, tak ingin bencana yang pernah melanda desanya terulang. “Tahun 2006, kami tak punya bekal pengetahuan tentang kebencanaan. Jadi kami hanya menunggu bantuan, tak bisa apa-apa,” kata Abdul Kudus, Ketua TSBD desa Sembalun Lawang.  “Kami generasi sekarang tidak ingin hal itu berlarut. Jadi kami mulai menanam ratusan pohon agar lereng-lereng yang mengelilingi desa kami tidak lagi gundul,” lanjutnya.

Pengurangan Risiko Bencana bagian dari program pembangunan

Pengarusutamaan isu bencana dalam kebijakan pembangunan adalah suatu keniscayaan. Pemerintah harus memastikan bahwa isu pengurangan risiko bencana masuk dalam Dokumen Perencanaan seperti RPJMD, Rencana Pembangunan Kerja Daerah tiap tahunnya.

Tim Siaga Bencana Desa adalah mitra pemerintah dalam menanggulangi bencana. Di Kabupaten Lombok Timur, Pemerintah Kabupaten memberi dukungan untuk menguatkan lembaga tersebut, termasuk dalam hal pendanaan.

“Menyadari pentingnya program-program pengurangan risiko bencana, Pemerintah Desa telah mengalokasikan 10 persen atau minimal 1 juta rupiah per tahun dari Pendapatan Asli Desa”, ungkap H. M. Idris, Kepala Desa Sembalun Lawang. Tak hanya itu, dalam RPJMDes dan kas desa, juga dialokasikan dana sebesar 5 juta rupiah setiap tahun untuk kondisi darurat. Jika tak ada bencana, anggaran tersebut tak digunakan.

Kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana telah diusulkan sejak Musrenbang Desa, Kecamatan hingga Kabupaten. “Menanggapi usulan yang muncul dalam Musrenbang Desa dan Kecamatan, BAPPEDA Kabupaten Lombok Timur telah memasukkan program pengurangan risiko bencana ke dalam perencanaan pembangunan kabupaten”, jelas Subagio. MAB., Kepala BAPPEDA.

Perubahan yang Terjadi

Pengalaman berhadapan dengan beberapa kali kejadian bencana dan bekal pengetahuan pengurangan risiko bencana membuat warga Sembalun dan Sambelia lebih percaya diri.

Saat banjir bandang kembali menerjang di tahun 2012, tak ada lagi korban jiwa, hewan-hewan ternak terselamatkan dengan baik, meskipun jembatan terputus.

“Kerugian material saat bencana tak bisa dibandingkan dengan kerugian jiwa. Itu target kami,” kata Mawardin.

Tahun 2015, angin puting beliung melanda Sembalun. Warga berlindung di rumah, kini telah mengetahui ke mana titik evakuasi jika saja ada tanda peringatan banjir dari Tim Siaga Bencana Desa.

Empat rumah ambruk dan lainnya mengalami kerusakan ringan. Tak ada korban jiwa maupun korban luka-luka. Tim Siaga Bencana Desa segera melakukan pendataan dan menyerahkan hasil pendataan kepada Kepala Desa tepat di saat tim dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah datang.

Data akibat bencana diperoleh dengan sangat cepat dari tiap dusun juga berkat bantuan Radio Rakomsel. Warga melaporkan kondisi dari desanya lewat siaran radio.

Berbekal kesiapsiagaan warga di desa-desa dimana hadir Tim Siaga Bencana Desa ditambah penanggulanan situasi darurat yang telah sangat baik oleh tim tersebut, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lombok Timur telah  mengirimkan surat kepada Sekretaris Daerah untuk merekomendasikan seluruh desa di Lombok Timur untuk membentuk Tim Siaga Bencana.

“Kami juga dari Pemerintah Kabupaten Lombok Timur sangat mengapresiasi apa yang dilakukan oleh teman-teman dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana dan upaya-upaya lain untuk mengurangi risiko bencana”, kata Subagio MAB., Kepala BAPPEDA Kabupaten Lombok Timur.