Kemitraan dukun dan Bidan di Takalar

Mothers hold their children’s hands for a short while, but their hearts forever. AnonymousBertanyalah seorang bayi kepada Tuhan, “Orang-orang berkata bahwa Engkau akan mengirimkan aku ke bumi pada esok hari, namun bagaimana aku bisa hidup di sana sedangkan aku seorang diri, kecil dan tak bisa apa-apa?” “Malaikatmu akan menunggumu dan menjagamu dengan penuh cinta.” Sang bayi terus bertanya, “Di sini aku merasakan surga, aku tak perlu melakukan apapun selain bersenandung dan tersenyum.” Tuhan menjawab, “Malaikatmu akan menyanyi dan tersenyum untukmu, cintanya akan membuatmu bahagia.” “Bagaimana aku dapat memahami orang-orang yang berbicara kepadaku jika aku tak mengerti bahasanya?” “Malaikatmu akan mengatakan kepadamu kata-kata paling manis dan indah yang pernah engkau dengar. Dengan penuh kesabaran dan kepedulian, malaikatmu akan mengajarmu cara berdialog.” “Lalu apa yang dapat kulakukan jika aku ingin bicara kepadaMu?” “Malaikatmu akan mengajarkanmu sembahyang.” “Siapa yang akan melindungiku?” “Malaikatmu akan mempertahankan engkau meskipun dia harus mengorbankan nyawanya.” “Namun, aku akan bersedih hati jika aku tidak bisa menemuiMu lagi.” Tuhan berkata, “Malaikatmu akan selalu berkisah tentang Aku dan mengajarmu caranya menjumpaiKu, walau sesungguhnya Aku selalu ada di sampingmu.” Saat itulah, surga terasa damai dan teduh. Suara-suara dari bumi jelas terdengar pertanda kelahiran bayi itu sudah tiba. Untuk terakhir kalinya bayi itu bertanya, “Tuhan, jika aku harus pergi ke bumi sekarang ini, mohon katakan siapa gerangan nama malaikatku itu?” “Namanya amat sederhana…IBU.” Adakah peristiwa yang lebih pedih katimbang ditinggal pergi “malaikat” yang bernama ibu?

Kebanyakan orang menganggap kematian ibu sama saja dengan kematian pada umumnya, namun tidak demikian dalam pandangan anak yang ditinggalkan. Batu nisan akan luntur, diselimuti lumut dan debu untuk kemudian dilupakan orang seiring bergulirnya waktu. Tapi, untuk selamanya suara dan jejak kasih sayang ibu akan tetap bergema dan terpatri di relung hati dan memori anak-anak yang ditinggalkan. Kematian ibu merupakan ironi; kematian ibu terus terjadi walau anggaran kesehatan meningkat dari waktu ke waktu. Penempatan bidan di desa, pelatihan tenaga kesehatan, pengadaan obat dan alat dan pendekatan medis lainnya memang memberi hasil namun tidak cukup untuk menurunkan tragedi kematian ibu. Para bidan yang berusia belia dipandang sebelah mata oleh masyarakat yang lebih mendewakan dukun. Dukun dianggap lebih berpengalaman, lebih mengenal kondisi masyarakat setempat serta memberikan pelayanan holistik. Karena itulah, dukun lebih disukai walau di desa itu ada bidan. Untuk memenuhi demand masyarakat, apakah solusinya adalah pelatihan dukun? Berbagai bukti ditulis dalam jurnal ilmiah bahwa pelatihan dukun tidak sanggup menurunkan angka kematian ibu. Era pelatihan dukun bersalin yang populer di tahun 1980-1990-an berakhir karena tidak memberi kontribusi bermakna bagi penurunan kematian ibu. Dukun tetap eksis dan menolong persalinan, namun problema kematian ibu tetap belum terpecahkan. Dengan atau tanpa pelatihan dukun, angka kematian ibu tetap tinggi, sementara dua kutub – dukun dan bidan – tetap eksis dalam keterpencilannya masing-masing. Paling tidak, sampai akhir 2006.    Praktik cerdas ini muncul awal Januari 2007.

Dua kutub itu mulai mencair dan berbaur. Bupati Takalar memimpin prosesi perjalanan ini dengan dukungan UNICEF. Disebut cerdas, karena Pemkab Takalar berani keluar dari pola pikir klasik dan melakukan sesuatu yang beyond imagination. Bupati Takalar berhasil meruntuhkan tesis yang menganggap bahwa masalah kesehatan hanya bisa diatasi dari pendekatan klasikmedik. Bagi DR. H. Ibrahim Rewa, MM, masalah kesehatan harus didekati dari berbagai sisi, terutama pendekatan budaya. Lahirlah pendekatan Kemitraan Bidan-Dukun, dengan mempertemukan dua kutub yang “berjauhan.” Win-win solution ini diilhami oleh budaya sipakatau (saling menghargai) yang amat subur di masyarakat Sulawesi Selatan. Hasilnya adalah: pergeseran budaya tempat persalinan yang rata-rata 80% terjadi di rumah ke fasilitas kesehatan sampai 100% setelah intervensi. Jumlah kematian ibu menurun dramatis mulai dari 8 (2006), 3 (2007), 1 (2008) dan tahun ini (2009): 0.